Leman Kleng: Galau Karena Detektif Kontet


Jiwanya galau. Dia merasa diri kecil didepan detektif kontet itu. Namun kenyataan tidak bisa dilawan. Perempuan yang telah merusak citranya itu, adalah atasannya dengan pangkat AKBP. Setara dengan pangkat kapolres di kabupaten. Namun tingkat pengaruhnya lebih besar, karena bekerja di mabes intelijen


Kondisi Aceh, menjelang perundingan di Helsinki semakin tidak menentu. Kabar-kabur sering beredar di masyarakat. Panik melanda segenap hati yang ada. Apalagi hempasan tsunami telah meruntuhkan moral manusia-manusia Aceh. Mayat dan kehancuran bertebar begitu saja.

Departemen Intelijen kehilangan banyak mata-matanya. Seperti tukang bakso, penjual baju keliling. Pedagang nasi goreng, serta intel rawon (keliling) juga banyak yang dihempas gelombang raya tersebut.
Banyak intel-intel tua yang selama ini sudah dibangku panjangkan, kembali dipanggil. Termasuk di dalamnya Leman Kleng. Skors-nya di cabut. Dia dipanggil ke mabes di Jakarta.

“Selamat bergabung kembali dengan kesatuan mulia intelijen negara. Semoga anda belajar banyak dari masa hukuman itu,” kata komandan membuka percakapan.

“Terima kasih atas penghargaan ini pak. Saya benar-benar bangga telah kembali diajak bergabung dengan kesatuan mulia intelijen negara,” jawab Leman.

“Kau dipanggil bukan karena prestasimu anak muda. Namun karena musibah yang telah merenggut ratusan intel terbaik negeri ini. Inilah mengapa skorsmu segera dicabut,” jelas komandan. Leman tak lagi menimpali. Dia cukup tahu diri.

Kemudian komandan memanggil seseorang untuk masuk.

“Ini rekanmu yang akan mendampingimu di Aceh. Dia kelahiran Aceh, tepatnya di Gandapura. Bireuen,” silahkan bertegur sapa. Aku ada keperluan lain,”

Leman memandang dengan penuh detail. Dihadapannya berdiri seorang perempuan muda, berusia kira-kira 25 tahun. Bertumbuk pendek dan agak gemuk. Serta raut wajah yang terlalu serius.

“Siapa namamu partner?,” tanya Leman.

“Raimah,” jawab perempuan itu, tanpa tersenyum.

Leman tidak lagi melanjutkan kalimat. Dia hanya menatap Raimah dengan gaya agak mengejek. Raimah sendiri hanya diam mematung tanpa ekspresi.

“Seperti nama kampung ya. Emang iyalah, kamu kan lahir di Gandapura. Hehehe,” kata Leman dengan penuh ejekan.

Raimah hanya diam tanpa merespon apa yang dikatakan oleh Leman.

“Raimah, AKBP Raimah. Dia adalah atasanmu bung Leman,” Kata komandan yang masuk keruangan sesaat kemudian.

Leman terkejut. Kali ini Raimah yang tersenyum.

“Ah yang benar pak. Jangan bercanda ah,” kata Leman dengan nada terkejutnya.

“Bu Raimah, silahkan beri intruksi kepada partnermu ini,” kata komandan.

“Siap komandan,”

***
Berhari-hari kemudian, Leman masih tidak bisa menerima kenyataan. Bahwa kali ini dia harus diperintah oleh atasnnya yang perempuan.

“udah pendek, terlalu serius, wanita pula,” rutuk Leman sambil minum kopi.

“Apa kau bilang tadi,” tanya Raimah.

“Oh tidak. Saya tidak ngomong apa-apa,” kilah Leman dengan mimik wajah tak menentu.

“Nanti malam kita berangkat ke Aceh. Persiapkan semua kebutuhan operasi,” perintah Raimah.

“Jeh, kok langsung nanti malam bu?, kenapa buru-buru. Kenapa tidak ada perencanaan,” tanya Leman protes.

“Inilah beda kerja antara detektif profesional, dengan yang kacangan. Laksanakan perintahku, atau kau takkan pernah lagi bertugas,”

“Siap bu,” jawab Leman.

Kali inilah Leman merasakan benar-benar tidak dihargai oleh manusia lain. Dan yang paling menyakitkan, yang membuat harga dirinya terkoyak adalah seorang wanita. Pendek dan terlalu serius. Ah....., Leman marah kepada dirinya sendiri.

Jiwanya galau. Dia merasa diri kecil didepan detektif kontet itu. Namun kenyataan tidak bisa dilawan. Perempuan yang telah merusak citranya itu, adalah atasannya dengan pangkat AKBP. Setara dengan pangkat kapolres di kabupaten. Namun tingkat pengaruhnya lebih besar, karena bekerja di mabes intelijen.[]

No comments for "Leman Kleng: Galau Karena Detektif Kontet"