Surat Cinta Untuk Bupati Bireuen









Kehadapan Ruslan Daud, Bupati Bireuen yang berdaulat.


Tuan Bupati yang saya muliakan. Mungkin saja selama ini anda alpa ataukah tak sempat bertanya kepada siapapun tentang kondisi Kabupaten yang sedang anda pimpin ini. Bisa jadi apa yang dihidangkan kehadapan Tuan adalah sebuah juadah palsu yang dibalut dengan berbagai liur pembohong dan para pembisik dilingkaran pinggang.




Saya tahu bahwa orang-orang disekitar anda adalah mereka yang unggul dalam pengetahuan dan kebaikan hati, saya selalu berharap bila kehadiran orang-orang itu di dekat tuan mampu memberikan warna cerah bagi tumbuhnya harapan-harapan dihati kami yang jahil ilmu dan miskin etika. Walau harap itu kemudian menjadi doa-doa kutukan. Sebab mereka lebih peduli menumpuk hidangan dirumah mereka sendiri, tanpa pernah bertanya kami –saya mewakili rakyat yang mau diwakili—sudah makan apa hari ini?


Tuan Bupati yang saya muliakan!


Ketika menulis surat ini, ada gundah yang merajah. Ada takut yang menyeruak liang hati yang penuh amarah ini. Takut itu berupa cemas bilakah nanti anda akan marah. Kemanakah saya harus mengadu? Akan tetapi berani harus saya munculkan, sebab berharap pada harapan diluar saya, sepertinya sudah sangat mustahil sekali. Hampir semua manusia di dekat Tuan takut bicara yang sebenarnya kepada anda.


Sebagai rakyat yang tidak berpendidikan (Bahkan ijazah paket C palsu saja saya tidak punya). Saya tidak berani mengatakan yang jelek-jelek untuk daerah yang Tuan pimpin. Sebab saya sangat takut bila Tuan murka saya bisa menjadi durhaka. Bukankah durhaka akan membawa saya ke liang neraka?


Baiklah Tuan Bupati yang saya muliakan. Pernahkah Tuan bertanya kepada mereka yang berada di lingkar istana. Mengapa sawah-sawah di Bireuen kekeringan? Gagal panen menghantui petani sepanjang tahun. Pernahkah Tuan bertanya mengapa harga gabah murah bila panen menimbun sawah-sawah tak bergizi milik petani yang hampir mati dalam mencari nafkah sehari-hari.


Pernahkah Tuan bertanya mengapa kebun-kebun kami tak pernah lagi menghasilkan harapan? Pernahkah Tuan bertanya mengapa kami tidak boleh menebang sebatang pohon pun di hutam milik Tuhan. Padahal saat itu kelaparan telah meililit perut seluruh keluarga kami? Padahal dihadapan kami yang kelaparan, para bandit-bandit itu leluasa mencuri kayu hutan. Bahkan ikut dikawal oleh aparat negara.




Tuan lupa bertanya. Pernahkah Tuan berpikir, mengapa kaum muda Bireuen berbondong-bondong ke negeri Jiran Malaya dan meninggalkan tanah tempat dimana mereka dilahirkan dan dipeucicap dengan paha ayam?


Pernahkah Tuan menyisakan sedikit luang di minda untuk sejenak merenung. Mengapa kebun-kebun tak mampu mensejahterakan rakyat. Mengapa hutan-hutan hanya menjadi biang pemicu konflik. Mengapa laut tak pernah bisa menjadi rumah abadi nelayan untuk menjadi orang kaya yang dermawan?


Tuan Bupati yang saya hormati. Saya pernah kehilangan kata-kata ketika sebatang beringin tua bertanya. Mengapa dia sudah sekian lama tidak lagi melihat manusia-manusia yang saat kecil dulu sering bermain petak umpet dibawahnya.


Dia sudah sangat lama tidak melihat Din Doraman dan nyak Lan Daod mengayuh sepeda tua di depan kebun tempat beringin itu menancapkan akar-akarnya. Apakah mereka semua sudah mati. Ataukah mereka semua sudah hijrah ke pulau lain hanya untuk mencari sesuap nasi dan sedikit tabungan untuk membeli kain kafan –yang dinegerinya sendiri sudah tak sanggup lagi terbeli—


Jujur. Tuan, saya tidak berani menjawab pertanyaan beringin itu.


Tuan Bupati yang dimuliakan oleh seluruh isi alam. Saya tidak tahu apa sebenarnya yang membuat kondisi Bireuen seperti ini. Kemajuan kita semu. Kemakmuran kita palsu.


Padahal gunung-gunung di Bireuen bertanah gembur. Bukan bukit cadas yang tak subur. Sungai-sungai disini mengalirkan air yang deras. Bukan sungai tadah hujan seperti dinegeri seberang. Sawah-sawah kita bertanah lumpur. Kebun-kebun di sini bisa menumbuhkan jenis tanaman tropis apapun. Hutan-hutan disini bisa memberikan apapun yang kita mau.


Tuan Bupati. Saya pernah berharap agar anda hadir sebagai pemimpin yang berada ditengah rakyat bukan saat panen padi tiba. Akan tetapi anda dipilih agar bisa menjadi bagian perencana, penyemai, penyiang serta penuai tanaman harapan. Disaat semua proses itu terlalui semuanya, maka disitulah letak kebahagiaan. Sebab kami memilih anda bukan bertujuan untuk menjadi sesuatu yang gimana gitu.


Kami – saya mewakili rakyat yang mau diwakili—bangga kepada anda, ketika mampu membangun jiwa kami yang tidak bergembira karena upah. Tapi bekerja untuk mendapatkan upah itu.


Ada banyak harapan yang timbul kepada anda ketika saya menulis ini. Misalnya semoga saja ke depan pelaku usaha di Bireuen kembali bisa bernafas. Semoga seluruh pebisnis hotel dapat remah uang APBK yang digelontorkan pada hotel melalui kegiatan-kegiatan pemerintahan. Semoga ke depan, Bireuen benar-benar menjadi daerah sentra produksi lembu, bukan seperti sekarang, hibah dan bantuan lembu begitu banyak, namun saat di periksa, semua sudah diambil siluman.


Tuan Bupati yang saya cintai. Saya hanya berharap, bila saja ada anak negeri yang menelpon dari Malaya bertanya tentang kondisi Bireuen. Minimal saya bisa bilang begini : “Boy, pulanglah. Negeri tempat ibumu dikubur telah makmur. Cek Lan telah berhasil membangun negeri ini dengan pembangunan yang nyata. Bireuen tidak hanya sekedar maju di pameran pembangunan. Tapi benar-benar maju dalam arti yang sebenarnya. Sudah tidak ada lagi kemiskinan. Sudah tidak ada lagi kezaliman. Pulanglah Boy. Tanah ini menanti kau garap,”


Tuan Bupati yang saya muliakan. Demikianlah surat cinta kasih ini saya sampaikan. Maafkan bila selama ini saya tidak bisa menyampaikan harapan ini secara langsung –sebab berkomunikasi dengan anda, harus melewati puluhan tembok yang sok arif dan sok bijaksana--. Maafkan kelancangan saya.


Tuan Bupati Bireuen, "Amirul Mukminin" yang dimuliakan oleh Allah, banyak kisah yang menceriterakan tentang kehancuran sebuah negeri. Bahwa sekuat apapun sebuah kekuasaan dijaga, pada suatu saat tahta tersebut akan jatuh juga. Telah terlalu banyak para pembesar dan pembual yang hancur dengan kehinaan.


Saya, sebagai rakyat yang Tuan pimpin, tidak hendak mengatakan bahawa Baginda Yang Mulia sebagai orang yang tidak benar. Saya juga tidak hendak mengatakan bahwa Tuan berperangai tidak elok. akan tetapi saya hendak berbagi pandangan bahwa Kekaisaran besar seperti Egypt, Mesopotamia, Kisra, Yunani, bahkan daulyah Islamiyah telah terpuruk dan terkubur. Padahal secara angka, kekuasaan Tuan Bupati tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka yang disegani di masa lalu.





Hati-hatilah Tuan Bupati. Sebagai seorang "khalifah" tanggung jawab anda sangat besar. Semoga anda dijauhkan dari sifat iri dengki, anti kritik, korupsi, kolusi, nepotisme. Serta (dalam setiap doa saya) selalu saja saya bermunajat semoga Allah menjauhkan Tuan dari pembisik yang terkutuk.


Sebagai penutup saya hendak berpantun:





Bercakap lurus berkata benar. Pantang sekali berlaku kasar. Ramah kepada kecil dan besar. Tahu menimbang bijak menakar.



Kerja memimpin siap menderita. Bukannya lahan profesi spesialis. Jangan dimohon diminta-minta. Atau dijadikan ladang bisnis.





Dari yang mencintaimu selalu

Muhajir Juli

Rakyat Bireuen. Penggiat kemanusiaan dan anti korupsi

Muhajir juli@gmail.com

No comments for "Surat Cinta Untuk Bupati Bireuen"