Kisah Nyata: Allah Mengazab Anak Durhaka di Bireuen

Oleh Muhajir Juli

"Apa yang ditanam itulah yang akan dituai. Itulah perumpaan yang pantas untuk kisah berikut ini,"


Kisah ini terjadi di salah satu gampong yang ada di Bireuen. Aceh. Untuk menjaga nama baik keluarga dan pelaku sejarah, penulis merahasiakan identitas mereka. Ini merupakan hasil reportase yang penulis lakukan sejak beberapa bulan yang lalu. Berikut laporan selengkapnya.

Nek Mae, begitulah Ismail dipanggil. Dia merupakan kakek dengan banyak anak. Serta memiliki banyak cucu. Sampai usia senja dia tetap bekerja di kebun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang sebatang kara, pasca meninggalnya sang istri.

Mae dikenal sebagai lelaki keras dimasa mudanya. Dia kasar. Pelit dan lain ebagainya. Bahkan anaknya yang agak idiot dibiarkan hidup luntang-lantung. Bhakan pernah anak malang itu, harus berbuka puasa dengan air sumur, karena tak dipedulikan. Akan tetapi dia menyayangi cucunya. Serta taat shalat. Dia adalah lelaki gaek yang selalu shalat dimanapun dia berada. Menurut cerita, sampai menderita sakit keras pun dia tetap sujud dihadapan Ilahi Rabbi.

Diantara anak-anak Mae, tersebutlah seorang yang bernama Zai. Dia seorang lelaki pemalas, kasar serta ringan tangan. Sebagai seorang ayah, dia cukup mengerikan bagi anak-anaknya. Sebagai seorang suami, dia adalah monster bagi istrinya.

Zai adalah tipe lelaki parlente tapi tak tahu malu. Walau dirinya tampil modis, tapi anak-anaknya tidak ada satupun yang mampu melanjutkan sekolah ke SMP. Istrinya sendiri berpenampilan sangat sederhana –bahkan tidak sebanding dengan sang suami- padahal, perempuan yang telah memberikan Zai banyak anak tersebut, punya wajah yang mampu bersaing ditengah pasar.

Zai mendidik anaknya layaknya penjajah. Anak laki-lakinya, sejak usia SD sudah mengenal rimba Allah. Mereka bekerja sebagai kuli kasar penarik balok di tengah hutan. Sedangkan anak-anaknya yang perempuan, sejak SD sudah mengenal cangkul, tanah gunung dan lainnya. Mereka hidup dalam suasana susah karena sang ayah memerah tenaga mereka.

Zai, dalam memperlakukan Mae, juga diluar batas kewajaran. Menurut cerita, sang ayah tidak pernah diperbolehkan pulang kerumahnya. Dia tidak menyukai orang yang telah membesarkan dirinya itu.

Menurut cerita Ros (nama samaran) warga gampong setempat, pernah pada suatu ketika Mae diikat pada sebatang pohon di dalam alur. Lokasinya ditengah perkebunan warga diatas bukit yang menjulang tinggi.

Tidak jelas tujuannya untuk apa. Pastinya, perilaku biadap itu dilakukan oleh Zai dan istrinya. Sang ayah yang sudah tidak berdaya dibiarkan berhari-hari diikat di sebatang pohon. Tanpa makanan. Lelaki malang itu, kemudian dibebaskan oleh warga yang melintas.

Pengakuan yang sama juga diceritakan oleh Madi (nama samaran). “Kejadiannya sudah belasan tahun yang lalu. Saat konflik melanda Aceh. Dia mengikat ayahnya di sebatang pohon di dalam alur. Lokasinya di sebuah jejeran bukit. Jangankan untuk kondisi konflik, sekarang saja, hanya pemilik kebun yang melintas disana,” Ujar Madi.

Menurut Madi, Zai memang sudah menjadi anak durhaka. Bukan kali itu saja dia memperlakukan ayahnya secara buruk. Sering diwaktu-waktu yang lain dia menyiksa ayahnya sesuka hati.
“Orang tua malang itu sering diperlakukan sesuka hati oleh Zai. Dia memang anak yang paling kurang ajar diantara anak Mae yang lain,” imbuhnya.

Soal mengapa Mae diikat, menurut Madi, ada hubungannya dengan upaya Zai mendapatkan warisan. Zai sakit hati kepada ayahnya itu karena soal pembagian tanah kebun,”.

Hingga suatu hari Mae sakit keras. Dia meminta agar Zai menjumpainya untuk meminta maaf. Berkali-kali sanak saudara Zai menjumpainya kerumah. Namun, hatinya memang telah membatu. Dia menolak hadir. Bahkan dia mengaku tak perlu meminta maaf kepada kelaki tua itu.

Akhirnya, Mae gagal bertahan. Dia meninggal dunia tanpa sempat melihat Zai. Menurut cerita keluarganya, menjelang sakratul maut, telapak tangan yang sebelumnya dibuka untuk menunggu Zai, sudah ditutup. Sepertinya Mae sudah menutup pintu maaf bagi anak lelakinya itu.

Azab Allah Menimpa Zai

Padasuatu pagi, Zai ditangkap oleh tentara yang sedang melakukan operasi. Lelaki itu diambil oleh TNI saat sedang minum kopi. Dengan baju modisnya, dia diangkut paksa untuk menunjuk rumah seorang anggota GAM yang sangat dicari di daerah itu.

Begitu sampai di rumah yang dituju, seorang TNI langsung memegang kepala Zai dan membenturkan ke jendela kaca. Kaca hancur berkeping. Kepala Zai mengeluarkan darah yang sangat banyak. Berkali-kali lelaki itu dihajar oleh TNI.

Puas menyiksa, dia kemudian diseret pulang. TNI membiarkan lelaki itu berobat sendiri. Hitungan bulan kemudian dia kembali pulih.

“Entah mengapa benci kali kutengok muka dia. Macam kulihat neraka saja, “ Kata seorang TNI. Kalimat tersebut diceritakan oleh seoarang warga kepada penulis.

Pernah pada suatu ketika, Zai bekerja pada seorang kaya yang punya kebun di kampong itu. Orang kaya itu selalu membela tindakan kasar Zai terhadap ayahnya. Hingga suatu hari musibah datang.

Mereka berdua jatuh ke dalam jurang saat sedang pulang dari kebun. Zai patah. Demikian juga dengan orang kaya itu. Keduanya harus dirawat dirumah sakit dalam waktu yang lama.

Itulah momen Zai harus menderita panjang. Dia tidak pernah sembuh lagi pasca kejadian itu. Hidupnya menjadi susah.

Menjelang ajal, dia minta agar dihantarkan ke kuburan Mae. Disana dia meraung minta maaf. Berjam-jam lamanya dia menangis di depan nisa Mae yang tidak terurus.

Hingga suatu hari dia mati. Menurut cerita, wajah mayatnya menunjukkan penderitaan menjelang sakratul maut. Seperti orang ketakutan.

“Mungkin dia telah melihat ancaman Allah yang akan segera dihadapinya. Entahlah,” ucap salah seorang warga kampung. []


Dibalik Cerita: Mae Kejam Terhadap Anak-anaknya

Mae merupakan korban dari kekajamannya di masa lalu. Menurut cerita beberapa warga, dimasa mudanya, Mae bukanlah orang tua yang baik. Walau rajin shalat, dia bersikap kasar dan tidak peduli terhadap pendidikan anak-anaknya.

Bagaimana Zai, begitulah Mae. Keduanya rajin shalat. Tapi perangainya bagai tak mengenal Tuhan. Zai kecil juga dibiarkan tumbuh sendiri. Walau punya harta yang melimpah untuk ukuran orang desa, Zai dan saudaranya besar dalam kondisi prihatin.

"Kesalahan Mae mungkin gagal mendidik anaknya untuk menjadi manusia. Kezalahan Zai telah membalas kekasaran orang tuanya. keduanya seperti orang tanpa ilmu agama. wajar bila perilakunya mirip bukan manusia," Ujar seorang warga.

Hampir tidak ada cerita kebangaan anak-anak Mae terhadap bapaknya. Semuanya memilih bungkam, bila ditanya masa lalu mereka. Mereka hanya berkata," Kalau mau lihat bapak, maka lihatlah bang Zai. mereka 19-20. Nyaris sama," []





1 comment for "Kisah Nyata: Allah Mengazab Anak Durhaka di Bireuen"

  1. Saat msh ada org tua sewajarnya anak harus membahagiakan nya dgn ikhlas namun org tua wajib pula memberi pendidikan agama,pengetahuan kpd anak karena anak adalah titipan sang Allah swt yg kita slalu jaga&membimbing

    ReplyDelete

Post a Comment