Lelaki Haramjadah

Hasil gambar untuk lelaki yang suka memukul perempuan

Zainabon Marah besar pada Bang Usman. Abang kandungnya itu telah membuat dia sakit hati secara abadi. Bersebab, dengan sangat lancang, anak tertua dari ibunya itu telah menampar wajah Ruslan di depan umum. Sebabnya, karena Ruslan selalu saja memukuli Zainabon, bila mereka bertengkar.


Secara terang-terangan Zainabon membela Ruslan yang terduduk di sudut warung. Wanita muda berusia 20 tahun itu memaki Bang Usman dengan kata-kata yang tidak pantas.

Seperti biasa. bang Usman hanya menjawab ringan.

“Kulakukan ini, karena aku masih berstatus wali bagi dirimu,”

“Apakah seorang wali harus melakukan kekerasan terhadap calon imam dari orang yang dia wakili?,” sergah Zainabon.

“Bila kelak engkau telah dia nikahi, sungguh aku tidak lagi kuasa membela mu, seperti yang kulakukan hari ini,” jawab Bang Usman.

Cinta adalah misteri. Cinta adalah kimia. Itulah alasan satu-satunya yang selalu diajukan oleh Zainabon, bila ada anak manusia yang mempertanyakan sikapnya yang selalu betah berstatus sebagai tunangan Ruslan.

“Dia memang terlihat kasar padaku. Akan tetapi aku yakin suatu saat kelak, dia akan menjadi imam yang baik bagi diriku,” kilah Zainabon saat tidak punya jawaban lain.

“Apa yang engkau harapkan dari seorang lelaki pencemburu dan suka memukul itu? Apakah cinta harus dinodai dengan kekakuan sikap? Itukah yang engkau artikan sebagai cinta sejati?,” sergah Mala pada suatu hari. Mala adalah teman sebangku kuliah Zainabon di Universitas Alghaibi.

“Sudahlah Mala. Jangan kau campuri urusan pribadiku. Aku mencintai Ruslan tanpa syarat. Seperti dianya menerimaku tanpa syarat,” jawab Zainabon.

“Heh Non, lu sudah gila kali ya? Itu mah bukan cinta. tapi pungo bui namanya. Masak cinta harus memukul dan menyiksa?,”

“Sudahlah Mala. Kau sama saja seperti Bang Usman. Suka mencampuri hubungan asmara orang lain,”

***
Hari itu Zainabon harus ke Medan. Dia mengikuti olimpiade mewakili kampusnya. Kesibukannya dalam bertarung di lomba, membuat dia harus fokus. Handphone dimatikan. Tak ada yang bisa berkomunikasi dengannya, kecuali dosen pembimbing. Yaitu Pak rahmad Aulia, S.Pd, M.Pd, M.Ba, Ember.

Ruslan marah besar. Saat zainabon pulang dengan membawa piala kemenangan, dia menyambutnya dengan tamparan keras diwajah wanita cerdas itu.

Berkali-kali dia melayangkan telapak tanganya yang kasar ke muka Zainabon. Akibatnya perempuan muda berkulit kuning langsat itu harus istirahat di rumah sakit.
Bang Usman marah besar. Dicarinya Ruslan di sekretariat mahasiswa yang bergerak di dibidang pemberdayaan umat. Dia menghajar Ruslan dengan cara lelaki kampung.

“Sialan benar kau ini. Dasar anak tak tahu diri. Siapa memangnya kau ini, sehingga berani-beraninya menganiaya adikku?,” kata Bang Usman sambil melayangkan tinju ke muka Ruslan.

“Inikah sikap yang benar dari seorang ketua organisasi mahasiswa yang mengaku membela umat? Inikah kualitas kau, anak sialan!,” lanjut bang Usman.

Kejadian ini berbuah pahit bagi bang Usman. Dia harus mendekam di penjara. Lagi-lagi Zainabon tidak memihak kepada Usman. Dipengadilan, dia membela Ruslan.

“Abang saya memang sangat protektif wahai bapak hakim yang terhormat. Dia seringkali masuk ke masalah pribadi kami. Padahal, bukankah setiap pasangan punya masalahnya sendiri. Ah, mungkin abang saya tidak paham itu. karena dia sudah terlalu tua untuk tidak mengenal perempuan,” kata Zainabon.

Majelis hakim menghukum Bang Usman enam bulan penjara.

***
Hari pernikahan Ruslan dan Zainabon semakin dekat. Masalah muncul. Bang Usman menolak menjadi wali nikah. Ayah mereka sudah lama kembali keharibaan Ilahi. Tidak ada pihak wali lainnya yang mau menggantikan posisi Usman.

Ruslan marah besar. Dia memaki-maki Zainabon.

“Keluargamu memang egois. Mereka tidak peduli terhadap kita. Lihatlah, begitu tulusnya aku hendak menikahimu, eh, sialannya mereka. kok menolak menjadi wali. Sungguh tidak ada keturunan yang lebih jelek dari pada mereka!,” kata Ruslan dengan muka merah padam.

“Sudahlah bang. Jangan marah-marah. Mari kita cari solusi. Bila perlu kita minta maaf sama Bang Usman,” kata Zainabon mencoba menetralisir suasana. Di dalam hatinya ada rasa sakit karena lelaki yang dia cintai telah mencaci maki keluarganya.

“Kau selalu membela keluargamu. Sialan benar kau ini!,” timpal Ruslan sambil menatap benci Zainabon.

Zainabon marah. Mereka sama-sama marah. Terjadilah pertengkaran. Akibatnya, Zainabon mendapatkan hadiah pukulan dari sang tunangan. Kali ini dia mulai ketakutan. Ruslan nampak tidak punya belas kasihan.

Berkali-kali Zainabon ditendang dan diterjang.

Perempuan itu menjerit histeris. Dia meminta pertolongan. Suasana menjadi gaduh. Ruslan panik. Warga mulai muncul dan mencoba menenangkan Ruslan dan Zainabon.

“Lerai saja mereka. tapi jangan coba-coba membela Zainabon. Ingat kasus enam bulan lalu. Usman masuk penjara gara-gara membela perempuan tak tahu diri itu,” kata seorang warga.

“Dasar wanita sialan. Aku mati-matian mencintaimu, untuk urusan wali nikah saja, kau tak mampu urus keluargamu,” kata Ruslan. Dia berani berkata demikian, karena merasa bahwa warga tidak mau ambil pusing dengan masalah mereka.

“Diam kau Ruslan. Bawa pulang Zainabon kerumahnya. Kau Ruslan segera tinggalkan kampung ini!,” bentak geuchik sambil meminta Fatimah untuk membawa pulang Zainabon.

Di rumah, seluruh penghuninya diam seribu bahasa. Zainabon menatap Bang Usman. Kemudian menatap mak dan abangnya yang lain.

“Zainabon tidak mau menikah dengan Ruslan, Bang Usman. Saya takut dia semakin kejam,” kata Zainabon lirih.

Mendengar itu, bang Usman bangkit. Matanya berkaca-kaca. Dia menatap adik perempuannya yang memar wajahnya kena pukulan.

“Katakan sesuatu, agar aku bisa memulihkan kehormatan keluarga ini,” kata Bang Usman.

“Bang, kembalikan kehormatan keluarga kita yang telah diinjak-injak oleh Ruslan,” kata Zainabon.

Bang Usman tersenyum. Dia bangkit dan menuju jalanan. 15 menit kemudian dia pulang dengan tangan berlumur darah.

***
“Pak hakim, Bang Usman, abang kandung saja, telah melakukan tugas seorang wali keluarga dengan sempurna. Dia memosisikan diri sebagai ayah bagi saya, karena dialah manusia yang seharusnya menjaga kehormatan kami,” kata Zainabon.

“Saya tidak pernah menyesali perkara ini menjadi begini. Ruslan harus tahu diri. Bahwa penderitaan yang berkepanjangan, akan melunturkan rasa suka dan melahirkan kesumat. Saya melihat, wali saya masih punya hati, sehingga lelaki haramjadah itu tidak dibuat mati. Abang saya masih memberikan dia kesempatan untuk bertaubat.

Saya sudah memaafkan kemua kesalahan dia. Akan tetapi saya tidak akan lagi membuka pintu hati kepada lelaki yang tidak pernah tahu berterima kasih. Karena dia tidak layak dicintai oleh iblis sekalipun.
Dia adalah lelaki sakit jiwa yang harus diobati oleh keluargnya. Sebelum sembuh, saya sampaikan dalam sidang ini, jangan seorang pun diantara kaum hawa yang berani mendekati, apalagi memberi hati kepadanya. Karena dia tidak tahu berterima kasih,”
***
Palu hakim diketuk. Bang Usman harus kembali mendekam di penjara selama satu tahun dua bulan lima belas hari.

“Wahai waliku, terima kasih atas semua pengorbananmu. Aku hormat padamu. Maafkan segala kekeliruan ku selama ini,” kata zainabon saat Bang Usman di giring keluar ruang pengadilan.

Bang Usman tersenyum. Dia memeluk adik perempuan satu-satunya itu.

“Sudah tugasku untuk melindungi kamu. Aku tak peduli engkau setuju atau tidak. Karena amanat Tuhan telah memandatkan aku untuk menjaga segenap titisan almarhum ayah di dunia,” bisik Bang Usman.

Di sidang lainnya, Ruslan di vonis lima tahun penjara. Dia dituduh telah menganiaya Zainabon secara sistematis dan terencana. Ruslan menangis keras. Dia memohon maaf kepada Zainabon.

“Aku sudah memaafkanmu. Aku tahu bahwa ini pilihan sulit. Memenjarakan engkau adalah sebuah derita bagiku. Tapi aku harus memilih. Pilihanku adalah keluar dari jeratan lelaki kejam berdarah dingin. Aku tidak mau abadi dalam derita. Sudahlah, semoga di masa depan, engkau bisa berperilaku layaknya manusia yang baik.

Semoga dibalik jeruji besi sana, engkau tahu cara menjaga “umat” yang sejatinya harus engkau urus dengan benar,” []

Banda Aceh, 08 April 2015.

No comments for "Lelaki Haramjadah"