Surat Terbuka Untuk Kepala Puskesmas Peusangan




Kehadapan sahabat/kanda


Kepala Puskesmas Peusangan
Di_
Tempat

Kronologis kejadian:

Pada Rabu, 24 Juni 2015, istri saya bernama Mutia Dewi berangkat ke Puskesmas untuk mengobati telinganya yang sudah dua hari terasa sakit sekali. Sesampai di sana, petugas mengarahkan dia untuk menuju ke poli umum.

Begitu masuk ke poli umum, beberapa petugas medis sedang duduk-duduk sambil berbincang. Istri saya langsung duduk di bangku yang tersedia di sana. Namun apa nyana? Rupanya petugas di ruangan itu tidak memperdulikan kehadiran istri saya.

Mereka tetap asyik ngobrol tentang warung nasi yang enak di Bireuen-begitu kira-kira yang bisa didengar oleh istri saya yang sedang menahan sakit.

Menyadari dirinya tidak menjadi prioritas, serta rasa sakit ditelinga yang semakin menjadi-jadi, dia langsung menegur petugas medis –setelah menunggu sekian menit- bahwa dia hendak berobat.

“Dok saya ingin berobat, telinga saya sakit,” kata istri saya.

“Mau ambil rujukan?,” tanya petugas medis.

“Ngapain ambil rujukan? Saya mau memeriksakan telinga saya ke sini. Sakit sekali rasanya. Nyut-nyutan dari tadi malam,” jawab istri saya.

“Apa kupingnya ada di korek?,” tanya petugas itu.

“Tidak,” jawab istri saya.

Tanpa bangun dari tempat duduknya, petugas medis langsung menulis resep. 

Istri saya terkejut. Tanpa mampu berkata apa-apa (karena masih menahan sakit) dia langsung menuju apotek. Kemudian pulang. Obat tersebut tidak jadi diminum. Sore harinya kami “terpaksa” berobat ke praktik dokter di seputaran Kota Matangglumpangdua. Alhamdulillah sudah sembuh.

Sebelum meresepkan obat untuk istri saya, dokter tersebut terlebih dahulu memeriksa tensi darah, kemudian melihat kondisi telinga dengan seksama. Setelah memeriksa dengan teliti, barulah dia menuliskan resep. 

Kepala Puskesmas Peusangan yang saya muliakan. Dalam kasus ini ada dua hal yang janggal menurut kami yang awam (saya dan istri) terkait pelayanan Puskesmas, khususnya di poli umum.

Pertama: Terkait surat rujukan. Begitu mudahnya seorang petugas medis menawarkan surat rujukan kepada pasien, tanpa terlebih dahulu memeriksa kondisi kesehatan warga yang berobat. 

Bicara rujukan ke rumah sakit, ini bukan persoalan sepele. Dengan mudah (dan tanpa bertanggung jawab) mengeluarkan surat, menunjukkan bahwa oknum petugas di sana kurang peduli dengan tugas layanan yang harus dia berikan kepada pasien.

Beruntung, bahwa saat itu yang ditawarkan surat rujukan itu adalah istri saya. Sehingga surat itu batal keluar. Bayangkan bila tawaran itu disampaikan kepada orang kampung yang tidak sekolah dan bodoh? Kebayang tidak, dia harus menghabiskan banyak ongkos ke pusat kabupaten, hanya untuk memeriksa telinga, yang padahal bisa sembuh dengan obat tetes dan pil biasa.

Saya melihat, perilaku oknum seperti ini pula yang menyebabkan bertumpuknya pasien di RS di Bireuen. Padahal banyak diantaranya hanya berpenyakit sepele dan bisa sembuh dengan obat sikhan sapu.
 
Kedua, terkait dengan tata krama dan etika. Percaya tidak bahwa obat pertama bagi seorang yang sakit adalah senyum dan komunikatifnya seorang petugas medis? Mengapa? Karena bagi orang awam, dokter atau juru rawat yang responsif (ramah, memeriksa pasien dengan cermat serta lemah lembut) percaya bahwa petugas medis adalah ahli perobatan. Keramahan dan komunikatifnya mereka adalah obat pertama sebelum diberikan anti biotik.

Lalu bagaimana bila seorang petugas medis langsung meresepkan obat, tanpa sebelumnya memeriksa kondisi pasien? Tentu si pasien semakin takut, karena dia yakin si juru obat tidak paham betul dengan kondisi tubuhnya, karena memang tidak diperiksa.

Apalagi langsung memberikan surat rujukan. Kebayang tidak, stressnya seorang pasien. Tanpa ba bi bu langsung harus ke rumah sakit kabupaten. 

Apresiasi untuk Poli Gigi dan Anak

Saya menjadi teringat dengan layanan yang diberikan oleh petugas –menurut istri saya petugas itu adalah dokter, di poli gigi. 

Beberapa bulan yang lalu, istri saya mengeluh sakit gigi. Kemudian dia berangkat ke Puskesmas. Di sana dia disamput dengan senyum dan sapa oleh petugas di bidang itu.

Sang dokter menanyakan riwayat penyakit dengan seksama. Kemudian melakukan pemeriksaan. Setelah selesai memeriksa dia mengatakan kiat-kiat memperlakukan gigi yang berlubang. Dia juga menceritakan penyebab berlubangnya gigi bagi perempuan yang pernah mengandung.

Dia kemudian menuliskan resep serta mengingatkan untuk kembali berkunjung ke Puskesmas tiga hari sesudahnya.

“dokternya luar biasa. Ramah dan komunikatif. Saya jadi tahu penyebab berlubangnya gigi geraham setelah saya menikah dan melahirkan,” ujar istri saya bercerita saat pulang ke rumah. 

Hal yang sama juga kami alami di poli anak. Dalam banyak kunjungan ke poli anak, kami selalu menemukan pelayanan yang prima. Mereka menyambut pasien dengan ramah dan komunikatif. 

Petugas di poli anak juga tidak sekedar bertanya. Tapi juga ikut memeriksa kondisi pasien. Kemudian meresepkan obat sambilan menjelaskan hal-hal alternatif bila terjadi sesuatu yang mendadak.

Di kedua poli ini, (sejauh ini) kami tidak menemukan petugas medis yang begitu mudah menawarkan surat rujukan kepada pasien. 

Bahkan, dengan layanan yang mereka berikan, sebelum sembuh kami sudah merasa sembuh. Sepulangnya dari Puskesmas kami menjadi tenang karena sudah mendapatkan informasi yang utuh dari petugas medis, yang kami percayai adalah ahli di bidangnya.

Penutup

Sahabat/kanda Kepala Puskesmas Peusangan. Apa yang saya sampaikan ini merupakan upaya untuk mengadukan hal-hal yang menurut saya perlu diperbaiki di instansi yang anda pimpin. Tidak ada niat sedikitpun untuk merusak nama baik dan hal-hal negatif lainnya.

Saya berhak protes, karena kami adalah warga negara yang punya hak untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar operasional yang ada di Puskemas. 

Semoga apa yang saya sampaikan ini bisa menjadi masukan, demi terwujudnya pelayanan prima di Puskemas Peusangan.

Bilapun surat terbuka ini dianggap sebagai bentuk pencemaran nama baik, maka saya pun siap berhadapan dengan hukum. 

Salam hormat
Muhajir Juli
Suami Mutia Dewi,
Warga Matang Cot Paseh, Peusangan, Bireuen, Aceh, Indonesia.

4 comments for "Surat Terbuka Untuk Kepala Puskesmas Peusangan"

  1. Super sekali. Lanjutkan bang, mudah2han didengar dan dibaca oleh birokrasi medis di Kab. BIREUEN khusus Peusangan..

    ReplyDelete
  2. Abeh lage.... keu that nana teuh.

    ReplyDelete
  3. Mudah mudahan rujukan saudara muhajir membuat pukesmas lekas sembuh. Jangan asal aja suka2 ngasih rujuka .

    ReplyDelete
  4. Terima kasih sudah mengirim surat kepada kami, nanti akan kami beri tanggapan, mungkin melalui blog juga. Terima kasih sebelum sudah menghubungi kami. Salam

    ReplyDelete

Post a Comment