Gubernur Aceh Tampar Jokowi
"Sebuah tamparan keras sukses mendarat di pipi kurus presiden yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDI-P). Jusuf Kalla yang duduk disamping Jokowi tidak sempat melihat adegan itu. Serba begitu cepat. Pampampres pun tidak sempat melihatnya."
Sepertinya
kesabaran Zaini Abdullah sudah hilang. Matanya memerah. Nafasnya naik turun. Tangannya
gemetar. Tiba-tiba dia bangkit dari tempat duduk dan menuju -dengan langkah cepat seperti Flash di film- tempat duduk Presiden
RI, Joko Widodo.
Plak!
Sebuah
tamparan keras sukses mendarat di pipi kurus presiden yang diusung oleh Partai
Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDI-P). Jusuf Kalla yang duduk disamping
Jokowi tidak sempat melihat adegan itu. Serba begitu cepat. Pampampres pun
tidak sempat melihatnya.
Indonesia
dibuat malu. Peristiwa itu terjadi saat pertemuan Presiden RI dengan seluruh
Gubernur yang ada di Indonesia. Disorot
oleh ratusan kamera media. Tentu saja, Zaini langsung diringkus oleh
Pampampres. Dia sempat melawan. Tapi apalah daya seorang tua dihadapan lelaki
terlatih yang diciptakan sebagai mesin perang itu.
“Dasar
presiden neolib. Rugi aku mendukung engkau. Kepercayaan rakyat kugadaikan,
hanya demi mendukungmu!,” Kata Zaini.
Jokowi masih melongo. Dia masih
belum sempat berpikir. Kejadiannya begitu
cepat.
“Sia-sia seluruh Indonesia
mendukungmu. Rupanya kau sama saja dengan presiden lainnya. Tak bisa dipercaya.
Tidak amanah!,” Tambah Zaini.
Paham akan penyebab
kemarahan Zaini, Jokowi meminta kepada Pampampres untuk tidak membawa keluar
mantan juru runding GAM itu. “Biarkan dia selesai dulu,” Perintah Jokowi.
Melihat ada kesempatan.
Zaini pun mulai bicara. Bahwa harapan rakyat dan dirinya dalam memilih Jokowi karena
dia dianggap kandidat paling merakyat. Tidak elitis dan berasal dari luar lingkar
kekuasaan Jakarta. Tapi harapan itu menjadi sia-sia. Tak satupun kebijakan
Jokowi yang mendukung keistimewaan -lex specialis- Aceh.
Harapan untuk dapat
mengelola migas di luar kewenangan umum masih berupa perjuangan panjang.
Bendera dan lambang Aceh tidak disetujui sesuai dengan keinginan (rakyat) yang
diwakili oleh DPRA. Juga tidak dibukanya itikad baik Jakarta terkait dengan KKR
Aceh.
“Itu baru Aceh. Lanjutkan!,”
Teriak Gubernur Papua dan Papua Barat.
“Aceh ceubeuh!,” Teriak Gubernur Lampung.
“Aceh pungo!,” Teriak Gubernur Jawa Barat.
“Lantak laju!” Teriak Gubernur Sumatera Utara yang secara diam-diam
menjadi suporter fanatik Persiraja.
“Oh itu toh. Itukan bukan
urusan saya,” Jawab Jokowi sambil tersenyum. Kemudian –dengan kebaikan hati
Jokowi- Zaini dibebaskan. Semua hadirin berdiri dan bertepuk tangan.
***
Saya terbangun ketika
sebuah sms masuk. Saya membuka handphone.
//Bi, sudah bangun dan
shalat subuh ?//
Oh. Rupanya tadi saya
sedang bermimpi. []
keren bang tulisan diblog nya mantap.... mempunyai jiwa seorang penulis prfesional.... lanjutkan semoga kedepan blognya makin rame... slm kenal cut bang... saweu saweu teumpat kamo..
ReplyDeletehttp://websitekesehatankita.blogspot.com
Terima kasih Evy Nurvianti. Insha Allah saya akan berkunjung. Terus menulis.
ReplyDeleteHebat Tulisan Anda..Bisa Mengundang Ribuan Pembaca!
ReplyDeleteKirain beneran, ternyata cuma mimpi
ReplyDeletemuhajir lucu ya kayak orgnya imut.2
ReplyDeletetapi ada kurangnya juga tu cerita,kenapa malah Jokowi yang kena Tampar?....... harus nya wakil Presiden Yusuf Kalla, sebab Perdamaian Atjeh kan beliau turut terlibat........,dan sama sama ikut menyaksikan/meneken MOU di Helsinki,mengapa butir butir MOU nya tidak di jalankan sesuai kesepakatan Damai.maka nya Gubernur Aceh salah minum obat......kenapa tidak melabrak Wkl Presiden......manalah salah bapak Jokowi.....beliau penerus Bpk SBY,tentu lain ceritanya.nah...........kalau begitu kejadiannya,maka Orang Atjeh selalu mengalami hal yang sama seperti yang pernah dirasakan masa DI/TI.Yang berjanji Soekarno........yang dituntut Soeharto.......makin parah.......hehehehehehe,slm.
ReplyDelete