Ghazali Abbas Adan, Lelaki yang Sangat Meu- Aceh


Oleh Muhajir Juli

Ghazali Abbas Adan (Ist)
“Diantara semua nama, hanya Ghazali yang paling meu Aceh. Taat, paham, peduli dan pemberani,” Ujar warga lainnya.



Dia bukan politisi karbitan. Dia bukan pula politisi berjiwa keledai. Bahkan dia adalah orang yang konsisten membela Aceh di senayan, padahal dimasa itu, orang lain hanya bisa diam. Walau demikian dia tetap dimaki karena tidak sejalan dengan  cara pandang berbagai kelompok yang berkepentingan. Namun dia tetaplah Singa ditengah zaman banyaknya musang yang berlagak sebagai macan.

Drs. Haji Ghazali Abbas Adan adalah lelaki kelahiran Pidie pada 15 Oktober 1951. Mantan politisi dan anggota MPR RI sejak tahun 1992-2004, merupakan pendiri partai lokal di Aceh yang bernama Partai Aceh Aman Seujahtra (PAAS) pada tahun 2007. Partai ini gagal bersinar dan kemudian tenggelam dalam pusaran politik. Akhirnya dilupakan oleh masyarakat.

Ghazali tetaplah seorang Ghazali. Dia kalah dalam berbagai pertarungan politik di Aceh. Bahkan dia sudah di prediksi tamat oleh beberapa pengamat. Rujukan mereka adalah selalu kalahnya mantan legislator Aceh MPR RI dimasa Soeharto dan orde reformasi berkuasa, pada berbagai hajatan politik di Aceh.

Tapi, pemilihan umum 2014 kemarin, fakta berbicara lain. Melalui jalur DPD (perwakilan daerah), dia kembali meluncur ke senayan sebagai salah seorang wakil daerah. Semua mata terbelalak. Ternyata masyarakat kembali menyadari bahwa Ghazali sangat diperlukan. Dia menjadi salah satu harapan rakyat, ditengah kondisi banyaknya wakil rakyat yang terpilih karena investasi politiknya yang luar biasa banyak.

Integritasnya sudah teruji. Sejauh pengetahuan penulis, tidak ada kabar miring terhadapnya. Bahkan dia dikenal fanatik terhadap Islam. Dia sangat berani menyampaikan pendapatnya terkait berbagai hal.

Saat penulis melakukan observasi, nama Ghazali disebut-sebut sebagai salah seorang yang layak untuk maju sebagai salah satu calon Gubernur Aceh di masa mendatang (selain Irwandi Yusuf). Pengalaman, perilaku, serta pengetahuannya yang dianggap mumpuni untuk membawa rakyat Aceh menuju Aceh Darussalam yang sesunguhnya.

“Abu Ghazali adalah salah satu pemimpin yang layak menahkodai Aceh. Dia sangat sempurna sebagai seorang politisi,” Ujar salah seorang narasumber.

Sejauh ini Ghazali memang seorang intelektual Aceh yang punya integritas yang tinggi. Bicara syariat Islam, dia menjadi salah satu ikon manusia yang konsisten antara ucapan dan perbuatan. Belum ada bukti (sampai saat ini) dia melakukan pelanggaran syariat. Terkait dengan pandangannya tentang apa itu Syariat islam, kutipan wawancara dengan Hidayatullah.com menjadi gambaran. Berikut kutipannya:

Syari’at Islam yang diberlakukan di Aceh adalah ikonnya Aceh, khususnya umat Islam. Hal itu diungkapkan Ghazali Abbas Adan saat berdiskusi dengan sejumlah aktivis Aceh baru-baru ini.

“Bagi saya, Syari’at Islam adalah ikon bagi masyarakat Aceh. Oleh sebab itu Syari’at Islam di Aceh harus dijaga secara transparan karena ditulis jelas dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA)”, ujar mantan anggota DPR RI asal Aceh dari PPP ini usai acara makan bersama dan syukuran atas lolosnya ke Senayan di Kantor Dewan Dakwah Aceh, Rumpet, Banda Aceh.

Ghazali menambahkan, syari’at Islam selain kewajiban dan tuntutan akidah setiap muslim, agar apapun yang dia kerjakan sesuai dengan syari’at Islam, juga kehendak UU Negara.

“Maka tidak ada alasan bagi setiap Muslim di Aceh untu mengabaikan hal ini”, ujarnya lagi.

Oleh sebab itu, menurut Ghazali Abbas, agar syari’at Islam terwujud dan tegak di Aceh, ada beberapa elemen yang paling bertanggung jawab. Pertama, pribadi setiap Muslim untuk menjaga prilakunya agar tidak beresiko di akhirat, qu anfusakum wa ahlikum nara. Kedua, tanggung jawab kolektif masyarakat Aceh.

“Dalam masyarakat harus ada amar makruf nahi munkar. Kalau ada perbuatan munkar, masyarakat tidak boleh diam. Kalau ada pelanggaran terhadap SI, maka semua masyarakat harus peduli dan menunjukkan perlawanan”, kata Ghazali dengan penuh semangat.

Yang ketiga, menurut Ghazali, Syari’at Islam merupakan tanggung jawab pemerintah. Mereka bertugas memperkuat Syari’at Islam di Aceh karena ini adalah amanah UUPA. Baik eksekutif maupun legislative.
“Bentuk tanggung jawab antara lain, mereka sendiri harus mengerti Syari’at Islam. Kalau sendiri tidak paham, bagaimana mengajak org lain untuk mencintai SI di Aceh?”, kata Ghazali mempertanyakan.

Oleh sebab itu, menurut Ghazali, legislatif dan eksekutif harus mendorong yudikatif harus melakukan low inversment penegakan hukum”.

Dia juga punya pandangan yang ektrem terkait dengan keberadaan Wali Nanggroe. Dengan jelas dia menyebut bahwa intitusi tersebut ilegal. Pernyataan ini disampaikan olehnya dalam sebuah tulisan, saat adanya upaya alokasi anggaran untuk WN sebesar 50 milyar Rupiah. Padahal aturan hokum saat itu belum jelas.


Dimasa orde baru masih berkuasa, dia juga cukup vocal di senayan. Ghazali tidak takut untuk walk out dari sidang, bila kebijakan Jakarta menzalimi Aceh. Padahal semua orang tahu, bahwa WO dari sidang “rakyat” saat itu resikonya sangat besar. Tapi Ghazali tak peduli. Baginya mati hanya sekali.

Bicara ALA dan ABAS, sebagai politisi pantai timur, Ghazali dinilai cukup soft dalam memberikan pandangan. Dia tidak menolak secara membabi buta. Tapi memberikan pandangan yang cukup mendidik. Berikut kutipannya:

WACANA pemekaran Propinsi Aceh Leuser Antara dan Aceh Barat Selatan (ALA-Abas) dinilai sebuah permintaan yang belum saatnya harus direalisasikan. Hal tersebut disampaikan seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Ghazali Abbas Adan, kepada Atjehpost.Co, Minggu, 19 Oktober 2014.

“Ambil yang sudah ada dahulu. Bek ibarat let boh puuk abeh ro breuh lam umpang,” katanya.
 Menurut Ghazali Abbas Adan, wacana pemekaran Propinsi ALA-Abas di hembus akibat kurangnya perhatian pemerintah Aceh untuk wilayah tengah dan barat selatan.

Dia berharap agar pemerintah Aceh harus adil dalam membangun Aceh dan tidak membeda-bedakan antar sesama masyarakat Aceh.

Sebelumnya diberitakan, isu ALA ABAS kembali dihembuskan oleh anggota DPR RI asal Aceh, Nasir Djamil. Namun sejumlah politisi DPR RI asal Aceh lainnya menilai isu ini hanya kepentingan politik semata. 


Terkait dengan perilaku Jakarta terhadap Aceh pasca DOM, Ghazali punya argument yang cukup keras, terkait dengan penerapan Operasi Wibawa 99 di Aceh oleh Pemerintah pusat untuk menjawab semakin tingginya gangguan keamanan yang dilakukan oleh kelompok pengacau liar Hasan Tiro (Istilah GAM versi ABRI).

Kenyataan yang sama juga diakui oleh Ghazali Abbas Adan, anggota Komisi I DPR RI asal Aceh. Ia menceritakan bagaimana seorang anggota Forum Peduli HAM Aceh dijemput oleh intel, disiksa, dan dituduh anggota Gerakan Pengacau Keamanan (GPK). "Jadi, tak ada bedanya dengan masa DOM dulu," tegasnya.

"Modus operandinya sama, cara penyiksaannya sama, tujuan yang dicapai juga sama: dia dituduh GPK."

Wakil dari F-PP ini mempertanyakan, kenapa metode penyiksaan masih digunakan, padahal DPR dan pemerintah telah mengesahkan Konvensi Anti Penyiksaan. "Ini jelas pelanggaran atas konvensi itu."

Melihat tindakan terakhir aparat tersebut, kata Ghazali, berarti tak ada bedanya dengan masa DOM dulu. "Orang Aceh sekarang mempertanyakan sikap Pak Wiranto (Menhankam/Pangab) yang mencabut DOM di Aceh, tapi dalam praktiknya model DOM masih berlaku," tukasnya. "Pak Wiranto harus bertanggung jawab."

Ghazali merujuk ke Pangab karena di militer ada garis komandoyang di bawah tidak bisa bekerja tanpa komando dari atas. "Melihat yang berbuat menyiksa rakyat sampai sekarang tidak diapa-apakan oleh atasannya, berarti ada koordinasi. Ini bentuk DOM model baru di Aceh."
Sumber: Majalah Ummat, EDISI No.33 Thn. IV/ 1 Mar 99

Terkait dengan DOM, Ghazali juga bicara lantang.

Sejak dulu, rakyat di propinsi itu sudah akrab dengan berbagai aksi  kekerasan militer. Lewat kebijakan DOM (Daerah Operasi Militer), rakyat Aceh hidup dalam ketakutan dan keengsaraan. Menurut catatan  Ghazali Abbas Adan, anggota DPR RI dari daerah pemilihan DI Aceh, dari 2.789 kasus pelanggaran HAM di Aceh, 93% diantaranya dilakukan oleh oknum militer. Sebanyak 4,3% dilakukan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan), dan 2,7% dilakukan oleh cuak.

Keberadaan ABRI memberi pengalaman traumatis bagi rakyat propinsi itu. Hal itu ditambahi dengan peristiwa penyerbuan prajurit ABRI pada tahanan Satgas Operasi Wibawa 99 di Lhokseumawe, Sabtu (9/1/1999) di Gedung KNPI setempat. Penyerbuan yang dimaksudkan sebagai upaya balas dendam ABRI karena serangan rakyat Aceh pada sejumlah anggota ABRI itu menewaskan empat tahanan dan melukai belasan orang lainnya.
Menhankam/Pangab Jendral Wiranto sendiri tidak segera mengeluarkan pernyataan resmi, mengecam tindak kekerasan aparatnya. Baru pada Rabu (13/1/1999) Wiranto bersedia berkomentar. Itu pun dengan porsi defensif yang lebih besar. Wiranto masih terkesan menuduh rakyat Aceh sebagai biang keladi kekekerasan di propinsi itu.

Ghazali Abbas yang asli Aceh Utara, sangat menyesalkan semua peristiwa di kampung halamannya. Selama ini, pria berhidung mancung ini sering berkoar di Gedung MPR, menyuarakan suara warga Aceh yang diwakilinya, dalam berbagai rapat dengan pendapat umum Komisi I dengan lembaga hankam.
Baca selengkapnya di : http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1999/01/14/0022.html

Banyak yang mengatakan bahwa Ghazali adalah oase ditengah keringnya panutan yang merakyat. Dia adalah politisi yang tetap peduli, walau seringkali tidak diterima oleh “rakyat”. Dia tidak pernah kecewa padahal dalam beberapa moment politik, dia ditolak.Banyak yang merekomendasi Ghazali menjadi Gubernur Aceh.

“Dia adalah telaga ditengah kemiskinan moral para politisi. Ghazali adalah bapak yang tahu diri. Walau sering dimaki tapi tetap peduli. Walausering ditolak, tapi tetap tak beranjak. Baginya Aceh adalah kehormatan. Layak dan pantas dia menjadi gubernur Aceh,” Kata seorang rakyat yang penulis temui di salah satu warung kopi di Bireuen.

“Diantara semua nama, hanya Ghazali yang paling meu Aceh. Taat, paham, peduli dan pemberani,” Ujar warga lainnya.[]


Penulis adalah pengelola jambo muhajir. email: muhajirjuli@gmail.com. FB: Muhajir Juli. Twitter: @muhajirjuli. 




1 comment for "Ghazali Abbas Adan, Lelaki yang Sangat Meu- Aceh"

  1. dia orang yang ga pernah tinggalkan sholat ,selalu berdzikir, ga mau hambur hambur uang ,selama perjalanan di Eropa.
    minum air putih,ga mau ke tempat maksiyat, menolak dengan halus pakai alasan masih banyak pekerjaan persiapan dll dll ,sehinga anggota lainnya ga marah.....SELALU MAKAN HALAL.

    ReplyDelete

Post a Comment