Ketika Teror Mulai di Bireuen

Dulu, seseorang bisa saja dihabisi, bila pandangannya tidak sesuai dengan keinginan kekuasaan. Tidak semua orang Aceh diam. Sebagian memilih melawan dengan berbagai cara. Ada yang mengangkat senjata, ada pula yang menulis. Tidak sedikit yang kemudian mencari suaka. Setelah damai terajut, teror baru muncul. Pelakunya, adalah mereka yang dahulu menolak diteror.


Dua sahabat saya, hanya karena mendukung Tu Sop-dr. Purnama Setia Budi, dalam pilkada 2017 kelak, mulai diintimidasi. Para penelpon gelap acapkali mengirimkan signal bahaya.  Demokrasi yang digembar-gemborkan oleh para petinggi di koran-koran, ternyata hanya pemanis belaka. Di lapangan, pelaku kejahatan yang saya sebut sebagai pengecut itu, bergerak teratur. Tidak hanya alat peraga ang dirusak. Ancaman terhadap keselamatan diri dan keluarga pun kini dimainkan.

Pelaku teror sepanjang era adalah misterius. Negara ini--melalui aparatnya-- tidak pernah mampu mengungkap serangkaian kasus teror. Sebut saja beberapa teror Pilkada di Aceh yang menewaskan beberapa orang. Walaupun pelaku lapangannya berhasil dibekuk, sampai saat ini, pelaku intelektual tidak kunjung mampu disentuh.

Kembali ke cerita awal tentang dua teman saya yang mulai diteror hanya karena bersimpati kepada Tu Sop-dr.Purnama Setia Budi. Kerja keduanya semakin berat. Bukan hanya soal meyakinkan massa bahwa Tu Sop layak menjadi pemimpin Bireuen ke depan. Tapi juga harus menambah stamina, bahwa ia harus memastikan bahwa dirinya dan keluarganya juga aman.

 "Hanya tiga persen bacalon yang siap bertarung secara fair. Selebihnya selalu mengulang teknik politik hutan rimba. Mereka siap menghimpun manusia pendek antene dan kelaparan untuk dijadikan sebagai eksekutor lapangan," ujar seorang teman yang mengaku pernah menjadi bagian dari pasukan "burong tujoh" itu.

Pertanyaannya, haruskah teror demikian meruntuhkan semangat juang? Seyogianya jangan sampai. Sepanjang kehidupan bergulir, pelaku teror tetap akan ada dan terus ada. Kenapa ? Pelaku teror berasal dari kalangan bejat yang bermain politik menghalalkan segala cara. Mereka berasal dari kaum "intelek" yang rakus dan memperalat generasi limbung nan lapar.

"Oleh kekuasaan yang zalim, selalu direncanakan adanya orang-orang bodoh yang lapar. Tujuannya untuk selalu punya Herder ketika mereka punya maksud tertentu. Semacam mempersiapkan tukang jagal dengan biaya murah. Modalnya cukup 100.000 dan rokok kelas menengah. Maka nyawa manusia tidak akan berarti," ujar teman lainnya.

Lalu, haruslah kedua teman saya itu takut? mereka tentu was-was. Tapi soal mundur dari gelanggang, tunggu dulu! "Kami juga punya cara untuk bertahan. Semoga pelakunya segera sadar Bahwa perbuatannya bertentangan dengan Islam," ujar sanga teman. []



No comments for "Ketika Teror Mulai di Bireuen"