Catatan Seorang Gila

Tiba-tiba, satu persatu manusia malang yang tiada berdaya melawan takdir Tuhan, dipukuli seperti binatang liar nan jalang di jalanan. Kehadiran kami yang penuh dengan kenestapaan dianggap sebagai ancaman besar bagi keselamatan generasi baru manusia yang mengklaim diri suci, bersih dan waras.


Kami, orang gila yang akrab disebut konslet kawat (dempet wire) tiba-tiba saja menjadi public enemy. Kehadiran kami menjadi horror dan terror. Ketidaktahuan kami, dianggap kepura-puraan. Aceh gempar. Aceh panik. Hukum pun mati begitu saja. Hukum tiada berdaya di mata orang-orang kalap seolah hilang akal.
Ihwal semua petaka ini lahir dari sebuah kabar burung tentang aksi penculikan anak-anak yang santer dibicarakan. Informasi tentang jual beli organ manusia di pasar gelap, menjadi pembenar bahwa ada komunitas bisnis yang sedang mengincar anak-anak belia, untuk diculik dan kemudian dibunuh dan diambil asoe dalam, untuk dijual kepada manusia yang berkebutuhan dengan itu.

Ragam video tentang aksi mutilasi manusia pun beredar tanpa kendali di akun-akun media social yang disebar oleh manusia sok pintar. Bukan hanya menyebar video dan foto tentang ragam mutilasi anak di bawah umur, mereka pun menulis –seolah testimony—bahwa itu benar-benar terjadi di hadapan mata mereka.

Tidak sedikit yang menulis: Hati-hati penculikan anak. Pelaku menyamar sebagai gila dan berbaju kotor. Pelaku penculikan menculik anak-anak untuk diambil organ tubuhnya. Barusan terjadi di kampung tetangga. Waspada.
 
Yang lain ikut menulis: Jangan percaya terhadap orang yang pura-pura gila. Bila Anda menemukan orang-orang gila di jalanan, segera tangkap dan bakar hidup-hidup. Karena mereka pura-pura gila dan sedang menyamar agar bisa menculik anak-anak.

Hasilnya, satu persatu di antara kami ditangkap di jalanan. Kami dihakimi setelah sebelumnya dituduh sebagai pelaku penculikan. Foto dan video kami pun disebar ke facebook. Dalam waktu sekejap, para facebooker sakit jiwa pun membagikan foto dan video kami. Dalam sejenak menjadi viral.

Oleh para facebooker yang mengaku dirinya waras dan waspada itu, kami dijadikan sumpah serapah. Tidak sedikit yang menganjurkan agar kami dicincang dibakar hidup-hidup, atau ditembak mati. Kami pun bingung, sebenarnya siapa yang sedang mengidap gila? Kami orang gila? Atau manusia yang mengaku waras dan berpendidikan? Entahlah.

Sebagai orang gila, kami melihat sebuah fenomena ajaib—untuk ukuran kami—ternyata manusia yang mengklaim dirinya waras, selalu menciptakan isu yang aneh-aneh.

Maret 2017 ini kami bisa melihat, entah siapa yang memulai, tiba-tiba isu penculikan anak yang dilakukan oleh sindikat yang dituduh menyamar sebagai orang gila, viral di lini masa. Situs blog dan akun facebook yang tidak bertanggung jawab, pelan namun pasti, secara cepat menviralkan isu yang tidak jelas ujung dan pangkalnya itu.

Foto jambret di Pulau Jawa yang dihakimi massa, kemudian direproduksi dan dituliskan keterangan baru: wanita penculik anak yang menyamar sebagai orang gila, dihakimi massa di sebuah pekarangan mesjid ketika hendak menculik anak kecil.

Foto korban konflik di Negara lain di Asia Tenggara yang memperlihatkan kekejaman perang yang membantai anak-anak di reproduksi dengan keterangan: Lihatlah kekejaman mereka. Demi uang, mereka tega membunuh anak-anak tak berdosa.

Bahkan kadafer pun dituduh sebagai korban dari sindikat penculik anak.
Manusia yang mengaku waras itu, ternyata setelah memproduksi ketakutan, kemudian termakan isu dan tertekan dan kemudian melampiaskan ketakutan itu kepada kami, yang sesungguhnya tidak tahu apa-apa.

Padahal, hampir tiap hari polisi selalu berkata bahwa tidak ada satupun laporan yang masuk ke mereka tentang penculikan anak. Namun, orang-orang waras dari ragam kalangan itu, tetap punya kesimpulan sendiri. Bahkan mereka cenderung mengarang-ngarang cerita yang lebih seru. Bahwa di kampung A, B, C sampai Z telah banyak anak yang hilang.

Semakin mereka mengarang cerita palsu, semakin pula orang-orang waras itu ketakutan. Akhirnya, seperti yang Anda lihat di facebook, kami dipukuli dan dikeroyok. Bahkan kami lebih hina dari binatang. Tubuh kami yang tidak berdaya ditendang oleh manusia waras. Tubuh kami yang rapuh dibalok oleh manusia yang mengaku tak konslet wire.

Duhai, betapa malang nasib kami ini. Andaikan kami bisa menggugat, hanya mahkamah Tuhan yang akan mampu memberikan keadilan. Mahkamah dunia? Kami tak berharap banyak. Semakin hari semakin banyak kaum kami yang disiksa di jalanan. Bahkan bukan hanya orang gila, kini orang-orang “asing” yang waras pun sudah mulai menjadi korban. Orang-orang kalap itu semakin beringas. Polisi? Kami tak berharap banyak dari mereka. Karena mereka benar-benar tak mampu mengatasi kalapnya orang-orang waras yang pendek akal itu.
***
Tuan, dalam kondisi seperti ini, di tengah semakin tak bertanggungjawabnya penyebar informasi, kenapa orang-orang yang mengaku normal, ternyata tidak mampu berperilaku normal? Kami tak mampu menjawabnya. Karena kami tidak dianugerahkan intuisi untuk menalar hal yang demikian.
Pun demikian, izinkanlah Kami ingin sedikit berbagi—setelah berdaya upaya menggali sisa kewarasan yang kami miliki—bilakah bahwa penculikan secara massif itu benar adanya? Kenapa pelaku melakukannya dengan jalan kaki dan berpenampilan jorok? Bukankah anak-anak takut kepada orang gila seperti kami? Siapapun tak akan sudi dekat-dekat dengan tubuh orang gila.

Pekerjaan menculik manusia itu adalah pekerjaan yang serius. Butuh analisa yang lengkap dan perencanaan yang matang serta butuh alat penunjang yang memadai. Sesekali belajarlah dari sinema Hindustan dan sinema Hollywood. Untuk menculik manusia, minimal membutuhkan sepeda motor yang kondisinya prima, apalagi untuk menculik secara massif, harus menggunakan mobil yang mesinnya tidak ngadat di tengah jalan.

Penculik tidak bisa beraksi dengan berjalan kaki. Konon lagi untuk mencuri organ dalam manusia. Mustahil bisa dilakukan dengan mempergunakan pisau silet dan gunting rambut. Karena untuk mempertahankan fungsi organ dalam, membutuhkan alat-alat medis yang harganya selangit dan hanya tersedia secara terbatas.

Kemudian, penculikan tidak pernah bisa dilakukan di tengah kewaspadaan tinggi warga. Karena untuk melakukan kegiatan itu, harus didukung oleh timing yang tepat. Tidak asal bergerak.
Kemudian, jikalau hanya ingin mendapatkan organ dalam manusia—khususnya anak-anak—kenapa harus bersusah payah masuk ke kampung-kampung dan ke sekolah-sekolah? Bukankah stok anak jalanan di Aceh dan Indonesia sangat banyak. Bukankah lebih mudah menculik anak jalanan yang tidur di emperan toko daripada menempuh resiko dengan menculik anak-anak di tengah perkampungan yang ramai warganya?
***
Tentu Anda yang merasa waras, akan berkata, tulisan ini hanya sampah semata. Karena Anda meyakini bahwa semua yang Anda tangkap itu adalah orang yang berpura-pura gila. Sehingga, dengan keyakinan yang demikian itu, kami pun sah Anda pukuli layaknya babi yang mencuri ubi di kebun. Bahkan kami Anda perlakukan lebih buruk dari itu. Mungkin, harga diri anjing kurap lebih bermakna di mata Anda, ketimbang kami yang gila, namun Anda nggap hanya penyamaran semata.
Ingat, kelak pada suatu hari, akan ada orang waras lainnya yang akan memukuli ibu Anda yang tiba-tiba putoh kawat dan masuk ke kampung orang lain. Kala itu, orang lain akan menganggap ibu Anda yang pungoe itu sebagai sindikat penculik anak yang pura-pura pungoe. Mereka pun akan memukuli ibu anda lebih hina dari anjing.

Nah, kala itu Anda akan sadar, bahwa kebodohan hanya akan melahirkan petaka. Bila ibu Anda yang dipukuli, masihkah Anda bisa berkata bahwa kami pura-pura pungoe?

Saudaraku yang masih waras. Segala sesuatu bisa saja terjadi terhadap siapapun. Bila anda hari ini masih bisa tertawa sembari memukuli kami, ingatkah, kelak Anda akan menangis tatkala ibu atau bapak Anda yang akan dipukuli leh orang lain dengan pongahnya. Ibu atau ayah anda yang gila itu, fotonya dengan muka babak belur di pajang di facebook dengan tulisan keterangan: Telah tertangkap bajingan bin haramjadah, keturunan Firaun laknatillah, berpura-pura gila untuk menculik anak-anak di kampung. Sebentar lagi, kaplat ini akan kami bakar.

Wahai orang-orang yang waras, percayalah karma itu ada. Berhati-hatilah. Jangan termakan isu murahan. Apalagi di facebook. Karena setengah dari facebooker itu adalah orang gila yang haus popularitas. Mereka tak segan-segan mencari tenar dengan berbagai cara, termasuk dengan memasang foto ibu atau ayah Anda atau anak atau istri atau anda sendiri.

Pada akhirnya—mewakili orang gila lainnya—kami ingin ingatkan, bahwa jangan mudah terpancing dengan isu yang tidak bertanggung jawab. Janganlah menjadi generasi bersumbu pendek. Karena waras atau tidaknya seseorang diukur dari kemampuan ianya membedakan antara benar dan salah. Ataukah sebenarnya, kami sejatinya manusia waras, dan Anda sekalian adalah orang gila? Wallahua’lam.

*Tulisan ini sudah dimuat di rubrik Jambo di media online aceHTrend. 
Foto: Dikutip dari situs Jadisehat.net.

No comments for "Catatan Seorang Gila"