Zaman Pun Telah Berubah

Era 70-90-an, buah rumbia, ikan mujair, jomblang, ikan bilis kering (kareng), teri , udang sabu,  jambu kluthuk (boh geulima) adalah beberapa contoh buah dan ikan yang tidak mendapatkan posisi terhormat di mata publik. Sebagian di jual murah meriah dan dibeli secara malu-malu oleh keluarga miskin. Bahkan sebagian lainnya tidak dijual, bahkan sering terbuang begitu saja.

Namun, saat ini harga ikan mujair melambung tinggi. Semakin besar ukurannya, maka harganya pun semakin mahal. Kareng juga demikian. Udang sabu, ikan asin kadra, kini sesuatu yang mahal dan elit. Seringkali menghiasi meja makan orang berduit ketimbang meja buruk milik keluarga kurang gizi. Kareng, bila dulu adalah lauk wajib seunujoh kenduri kematian orang miskin, kini justru tak pernah lagi disediakan. Harga per kilogram mencapai 70.000 rupiah, membuat Kareng tampil di restoran.

Jambu kluthuk bila dulu hanya menjadi makanan burung, kini harganya mencapai 30.000 per kilogram. Jambe kleng juga demikian. Buah rumbia yang dulu diberi gratis sekalipun, akan banyak yang menolak, kini dijual 25.000 per kilogram, dan warga berebut membelinya.

Begitulah alam membentuk pasar. Perubahan lelaku manusia, degradasi lahan, berubahnya cara pandang, membuat selera pun berganti. Sesuatu yang dulu menjadi "aib" kini menjadi primadona. Kuah pliek ungkot jumahet, kini menjadi sesuatu yang mahal. Boh jambe kaca per kilo dijual 10 hingga 15 ribu.

Di sisi lain, ada degradasi yang sangat kentara bila berkaitan dengan sumber daya manusia. Dulu orang cerdas mendapatkan tempat mulia di mata masyarakat. Manusia yang disebut tokoh, dulu benar-benar memiliki kharisma dan wibawa yang mumpuni.

Untuk menjadi Keuchik sekalipun, dulu harus aneuk ureung meupo cuco ureung meugah. Memiliki pengetahuan yang bagus, sikap yang berwibawa dan pergaulan yang terhormat.

Kini, semua itu tidak lagi ideal. Ketokohan hanya diukur dari seberapa banyak seseorang memiliki kapital. Orang pandai sudah oportunis, penegak hukum berlaku curang, tokoh publik menjadi maling. Siapapun kini boleh menjadi apapun. Aneuk ureueng klo cuco ureung pungoe, pun bisa menjadi bupati atau gubernur. Konon lagi untuk menjadi Keuchik dan kepala dusun.

Dunia memang sudah berubah, manusia menuju degradasi moral.