Cerpen: Matinya Mie Agam



Oleh Muhajir Juli

Pada masa dahulu kala hiduplah seekor kucing yang sangat ditakuti oleh seluruh binatang yang ada di negeri yang bernama Nanggroe Meutuwah. Nama kucing itu Mie Agam.  Mie Agam tidak hanya ditakuti oleh bangsa binatang lain, bangsa kucing juga takut dan takzim kepadanya.

Hampir tidak ada satupun hak warga Nanggroe Meutuwah yang tidak pernah diambil paksa oleh Mie Agam. Bahkan ada sebuah peraturan yang sangat aneh yang dibuat oleh Mie Agam, yaitu tidak boleh seekor binatangpun yang berkawin dengan pasangannya tanpa terlebih dahulu dia merasakan keperawanan betina-betina yang hendak kawin itu. Sungguh terlalu.

Sejauh ini, tidak ada yang protes. Semua diam seribu bahasa. Bahkan Mie Kureung yang sebelumnya sangat ditakuti oleh binatang lain dan menjadi satu-satunya rival Mie Agam, juga tidak dapat berbuat apa-apa. Bahkan dua kali pesta kawinnya rusak gara-gara hidangan pertama haruslah diserahkan kepada Mie Agam.

Ihwal diamnya Mie Kureung atas kezaliman Mie Agam, telah pula menjadi buah bibir seantero negeri. Disebut-sebut mereka telah punya perjanjian politik. Soal pesta kawinnya yang dirusak, menurut informasi dari intelijen kelas kampung, adalah sebuah rekayasa, agar hewan-hewan lainnya menanggap mereka bermusuhan.

Informasi ini dperkuat oleh kenyataan, walaupun kejahatan Mie Agam semakin menjadi-jadi, Mie Kureng tidak pernah bertindak apa-apa. Padahal dalam setiap bicaranya, baik di mimbar bebas sampai di media, dia selalu mengecam dan mengutuk perbuatan Mie Agam.

"Mereka berdua hanya menampakkan pada kita tentang permusuhan itu. Padahal semua palsu. Aku yakin mereka sedang bersandiwara. dan kita terjebak diantara kepalsuan mereka," kata Tikoh Teng pada suatu sore di warung selokan.

Entah ada hubungan atau tidak dengan semua kecurigaan Tikoh Teng. Pada suatu sore dia ditemukan sedang dirobek-robek oleh kawanan kucing yang nampak beringas di dalam selokan.

Sejak saat itu, seluruh bangsa binatang memilih diam. Tak ada lagi yang bersuara. Semua dibekap takut mati.

***
kesewenang-wenangan Mie Agam, serta kebejatan moralnya itu, akhirnya sampailah ke telinga kadal kecil yang bernama Tarum Nabi. Tarum Nabi sangat kesal dan benci dengan semua tingkah polah Mie Agam yang sudah diluar batas. Namun dia sadar diri. Dengan tubuhnya yang kecil dan tidak punya cakar, tentu mengajak bertarung secara langsung, merupakan tindakan bunuh diri.

Namun demikian, kezaliman tidaklah boleh berlama-lama bertengger di Nanggroe Meutuwah. Maka berhari-hari dia berdiam diri di dalam gua untuk mencari cara dan jalan keluar. Tak ada makanan dan minuman yang dia sentuh. Dia benar-benar fokus untuk mencari cara agar bisa menghentikan kezaliman Mie Agam.

Sekonyong-konyong, pada suatu malam yang disertai hujan lebat, sebuah suara membuyarkan pertapaan Tarum Nabi.

"Wahai hamba Allah yang mulia. Aku salut dengan uzlahmu ini. kau rela tidak menyentuh kenikmatan duniawi, hanya demi menegakkan amar makruf dan nahi mungkar," kata suara itu.

Tarum Nabi mencoba mencari arah suara. Namun tidak ketemu.

"Siapakah engkau wahai makhluk misterius?,"

"Kau tak perlu mengetahui siapa aku. yang pasti aku bukan Jibril. Bukan pula malaikat lainnya. Aku hanya suara hati yang hendak memberikan jalan keluar bagimu," jawab suara itu.

Mendengar itu, Tarum Nabi tidak lagi memperpanjang pertanyaan.

"Kalau begitu, berikan aku jawabannya"

"Baiklah, hanya ada satu cara untuk mengalahkan kejahatan yang telah begitu besar. Yaitu dengan menghilangkan rasa takut dan rela berkorban,"

"Tidakkah ada jalan lain?,"

"Tidak,"

Suara itu kemudian menghilang. Dan Tarum Nabi sudah mendapat jawaban, walau masih dalam bentuk rumus yang harus kembali dipecahkan.

***

Sejak saat itu, Tarum Nabi mulai kembali berlatih ilmu kanuragan. Maka hari-harinya penuh dengan peluh dan teriakan semangat. Malam-malam yang gelap dipergunakan olehnya untuk merenung, mencari makna yang tepat dari maksud menghilangkan rasa takut dan rela berkorban. Masa-masa berlatih dan berpikir ini menghabiskan waktu sampai sembilan purnama.

Hingga suatu malam, Tarum Nabi mendapatkan jawaban atas semua nasehat suara gaib itu. Sejak itulah dia mulai tersenyum dan kembali beraktivitas di dalam masyarakat binatang.

Kekacauan semakin menjadi-jadi. Mie Agam semakin zalim saja perbuatannya. Dia sudah mulai masuk ke dalam sungai untuk merusak pesta-pesta perkawinan di bawah air. Ikan Bawal,Kerling dan juga Lele tak Dapat berbuat apa-apa.

Bahkan dia pun sudah mulai memanjati pohon-pohon untuk minta hak dalam pesta pekawinan laba-laba dan burung-burung.

Beberapa ekor binatang seperti Tupai, Burong Kutok-tok, dan Rimung Buloh sudah mencoba menyampaikan kondisi itu kepada Mie Kureung. Namun kucing jagoan itu hanya memberikan ceramah.

"Bersabarlah atas cobaan ini. Dia harus kita lawan. Namun sekarang bukan saatnya,"

"Lalu kapan saat itu tiba? Apakah setelah semua kita ini mati dikunyah oleh Mie Agam?," Tanya Tupai dengan nada kecewa.

Mie Kureng menatap tajam kearah Tupai. Ada signal ancaman dari sudut mata kucing jantan itu. Tupai membaca itu. Kemudian dia diam. Hanya binatang lain yang melanjutkan bicara. Namun Mie Kureng hanya mengatakan bahwa sekarang belum saatnya memberi pelajaran kepada Mie Agam.

Kacau balau negeri sudah tidak terperi. Setiap hari ada tangisan kecewa dan ratapan putus asa. Banyak jantan yang harus menikmati sisa Mie Agam. Banyak anak yatim karena ayah mereka di makan oleh kucing yang berkuasa itu. Duka menyelimuti Nanggroe meutuwah.

Melihat semua itu, Tarum Nabi mengajak bangsa binatang untuk menyatukan kekuatan melakukan perlawanan. Namun berhari-hari dia menyeru, tak satupun ada yang mau. Semua ketakutan. bahakn tidak sedikit yang menyebut Tarum Nabi sudah gila.

Hingga pada suatu hari Mi Agam datang ke pesta perkawinan Tarum Nabi. Dia meminta jatah.

Sang pengantin betina ketakutan.

"Serahkan pengantinmu, atau semua yang ada disini akan kubinasakan," ancam Mie Agam.

Tarum Nabi tidak menjawab. Dia diam sambil terus menatap Mie Agam. Sang betinanya berlindung dibalik badan Tarum Nabi.

"Kau menantangku anak muda?," Tanya Mie Agam sambil membalas tatapan Tarum Nabi.

"Baiklah wahai Mie Agam yang zalim. Aku akan menyerahkan pengantinku kepadamu. Namun dengan satu syarat. kau harus melawanku,"

Mendengar tantangan Tarum Nabi, kucing itu tertawa terbahak-bahak.

"Hahahah, sudah gila kau rupanya. Tapi baiklah. Sebagai jantan profesional, aku akan meladeni," ujar Mie Agam.

"Jangan kanda. Jangan kau lakukan itu," kata betina sambil memeluk Tarum Nabi.

"Sudahlah dinda. Aku harus menyudahi perilaku kaplat kucing itu,"

"Nanti kanda akan mati," kata betina sambil menangis.

"Bilakah aku tak mati. Namun dia merusak kehormatanku. Apakah harga diriku masih ada? Bukankah mati dengan cara kesatria adalah sebuah kehormatan dalam menegakkan kebenaran?,"

Sang betina tidak lagi menjawab. Tarum Nabi melepaskan pelukan isrinya itu.

Kini Tarum Nabi turun ke halaman depan. Dia memasang kadal-kadal. Mie Agam menatap kadal kecil itu dengan nada mengejek.

"Ada permintaan terakhir anak muda?," tanya kucing jahat itu.

"Tidak. kalau kau?," balasnya balik bertanya.

"Hehehe. tak usah kau risau. Sebab setelah ini pengantinmu akan kutiduri,"

Tak ada lagi kalimat lanjutan. Mereka saling menyerang. tarum Nabi berkelit dengan cepat. Dua puluh jurus sudah berlalu. Mereka saling bertukar pukulan. Berkali-kali pula Tarum Nabi terkena cakaran kucing yang beringas itu. Tubuhnya luka-luka. Darah mengalir deras.

Tarum tahu bila pertarungan ini tidak seimbang. Walau berbagai jenis beladiri sudah dia pelajari seperti Kempo, Taekwondo, Pencak Silat, karate, Kungfu, namun karena bentuk fisik yang berbeda, tentulah pertarungan menjadi tidak seimbang. Namun dia bertekad agar kekejian sang kucing harus diakhiri.

Lima jurus kemudian Tarum Nabi sudah terpojok. Kucing tertawa terbahak-bahak.

"Menyerahkah engkau anak muda?,"

"Tidak akan pernah. Aku akan melawanmu sampai nyawa berpisah dari raga," jawab Tarum dengan suara patah-patah.

"Baiklah," jawab kucing. Kalau itu permintaanmu,".  Kemudian dia menerkam kadal itu. Tarum Nabi tidak lagi menghindar. Dia membiarkan Mie Agam melahap tubuhnya.

Crat..... crat... krup. habislah Tarum ditelan.

Semua hadirin dari bangsa kadal terbelalak. Mereka tidak percaya bila nasip akhir sang pengantin akan berakhir sebagai santapan penambah energi Mie Agam sebelum bercinta dengan sang betina.

Sang betina menangis sejadi-jadinya.

Suara cibiran mulai terdengar dari undangan yang hadir.

"Goblok,mati juga dia. Dan betinanya tetap akan dinikmati oleh kucing sialan itu,"

"Sok jago. Padahal mati juga dia," ucap yang lain.

Namun tiba-tiba suasana berubah. Mie Agam yang baru memenangkan pertarungan tiba-tiba roboh. mulutnya mengeluarkan busa putih. Tubuhnya kejang-kejang. Sempat mengeong keras dua kali, kemudian kucing zalim itu merenggang nyawa.

Racun yang ada dalam tubuh Tarum Nabi telah mengakhiri hidup Mie Agam yang dikenal jahat itu.

Bersoraklah bangsa kadal dan seluruh bangsa binatang. Bila sebelumnya Tarum Nabi sempat dicemooh, kini dia dipuja sebagai pahlawan. Bahkan gambar-gambarnya dicetak dan disebarkan diberbagai tempat sebagai tokoh pejuang yang rela mati demi bangsanya.

Para politisi kadal yang berasal dari partai Tarum Ijo membuat Tarum Nabi sebagai ikon partai mereka. Maka tak lama kemudian, foto Tarum Nabi sudah menghiasi poster-poster politik caleg Partai tarum Ijo diberbagai sudut kota Nanggroe Meutuwah.

"Pilih kami, agar Perjuangan Yang Mulia Tarum Nabi Tetap berlanjut" teriak simpatisan Partai tarum Ijo.

"Kalau salah pilih, rasa damai ini akan rusak. Sebab tanpa Tarum Ijo di parlemen, maka penjahat akan kembali," ujar simpatisan lainnya.

Melihat semua itu, janda Tarum Nabi hanya bisa mengurut dada. Namun, semuanya sudah berproses. tak ada yang bisa dihalangi. Baginya, cukuplah kehebatan dan keberanian mendiang suaminya menjadi kenangan. kenangan tentang seekor jantan yang benar-benar jantan.

Banda Aceh, 25 Desember 2013

No comments for "Cerpen: Matinya Mie Agam"