Apakah Pemimpin Aceh Idap Superiority Complex?

Oleh Muhajir Juli

Beberapa teman ngopi membicarakan tentang superiority complex dan kemudian mengajukan pertanyaan apakah pemimpin di Aceh--mulai level gubernur hingga bupati-- mengidap gangguan jiwa yang demikian? 


Superiority complex tidak mudah dideteksi oleh spikolog, karena seseorang bisa melakukan kamuflase, bila belum mencapai tujuan yang ditargetnya. Orang yang mengidap penyakit mental itu berubah bila sudah mencapai level top-- menurut dirinya. 

Sebagai panduan untuk memahami secara lebih mudah apakah pemimpin di Aceh mengidap superiority complex,  saya sampaikan  sebagai berikut:

• Mengalami sindrom orang hebat, superior, pada tingkat yang sangat akut dan selalu berusaha mengesankan dirinya sebagai orang cerdas dan mengetahui/ menguasai banyak hal ke semua orang.

• Dalam berkomunikasi dengan orang lain ia cenderung bahkan hampir otomatis selalu menunjukkan reaksi defensif, melakukan komparasi atau perbandingan bahkan meski yang disampaikan oleh orang lain lebih sebagai masukan atau saran; dengan cara halus ia selalu mengafirmasi menegaskan kualitas dirinya bahkan tak jarang dengan langsung memotong pembicaraan lawan bicaranya dengan kalimat-kalimat : Saya tahu itu, saya paham itu, saya juga berpengalaman terkait hal itu.....

• Menghindari forum-forum dialog yang menempatkannya pada posisi sebagai pendengar, karena baginya banyak mendengar, menerima saran dan masukan dari orang lain adalah tanda kelemahan, egonya terusik dan merasa akan kecil karena diajari oleh orang lain. 

• Sebaliknya ia sangat gemar hadir pada forum-forum monolog yang menempatkannya sebagai keynote speaker, narasumber tunggal, karena posisi-posisi seperti bisa membuat ego nya orgasme dengan citra orang cerdas/hebat.

• Perilaku ini cenderung konstan ia tunjukkan dan menjadi gaya komunikasinya dengan semua orang.

• Ia cenderung sangat ketat mengatur agenda dengan memilih sendiri momen atau forum yang sesuai dengan kemauan dan memuaskan egonya, alih-alih momen atau forum-forum yang harus dan wajib ia ikuti.
  
• Ia selalu berusaha menjaga hirarki sebagai asupan egonya hingga perilakunya kemudian terlihat menjadi sangat feodal, ekslusif, berjarak, terkesan sombong bahkan dengan orang-orang terdekatnya.

• Pada dasarnya orang-orang semacam ini tidaklah secerdas, sehebat, dan sebesar seperti yang ia selalu berusaha kesankan kepada orang lain. Yang ia lakukan sebenarnya adalah mengeksploitasi dan memaksimalisasi pengetahuan atau kemampuannya atas beberapa hal untuk menutupi ketidakpahaman dan ketidakmampuan atas banyak hal yang lain.
 
•  Ia sangat hati-hati, rentan, dan  reaksioner terhadap orang-orang atau momen yang dapat mengungkap aib dan sisi lemahnya, ini menjadi sesuatu yang sangat ditakutinya dan dihindarinya.

Jika orang-orang seperti ini menjadi pemimpin, maka ia cenderung kelihatan sangat normatif dan simbolis. Akan selalu ada gap yang sangat besar dalam interaksi dan komunikasinya dengan orang-orang yang berada di bawahnya. 

Pada kenyataannya ia lebih tampil sebagai penguasa ketimbang pemimpin yang sesungguhnyanya. Dari semua 
problematika yang tak pernah mampu ia kelola, ia justru adalah sumbat utama, akar yang melahirkan berbagai persoalan/ permasalahan dalam semua hal yang terkait dengan kepemimpinannya. 

Nah, apakah di Aceh ada karakter pemimpin yang demikian? Bila ada, maka percayalah, tidak ada kesombongan yang abadi. Mari doakan semoga ia cepat tersadar. 

Bila tidak ada pemimpin Aceh yang mengidap superiority complex, berarti Aceh sedang baik-baik saja. []



No comments for "Apakah Pemimpin Aceh Idap Superiority Complex?"